Cara Penulis Berperang Melawan Kebodohan

Berdasarkan data dari World Population Review tahun 2022, rata-rata IQ orang Indonesia itu cuma 78,49 lho. Angka ini bikin Indonesia berada pada posisi ke-130 dari 199 negara yang ikutan diuji. 

Ternyata, angka IQ ini nggak lepas dari kualitas sistem pendidikan yang kita punya, yang mana juga mencerminkan seberapa cerdas masyarakat kita itu.

Bohong, ah! Indonesia orangnya pintar-pintar, kok! 

Tunggu, data tadi bukan satu-satunya. Ada juga yang namanya skor PISA, ini semacam nilai ujian global yang ngebandingin kualitas pendidikan antar negara. 

Dikutip dari Kompas.com, skor PISA Indonesia ini juga, hmm, kurang menggembirakan. Kita bahkan mencapai posisi keenam, tapi dari bawah. 

“Nothing in all the world is more dangerous than sincere ignorance and conscientious stupidity.” 

Martin Luther King, Jr

Artinya, nggak ada yang lebih berbahaya di dunia ini selain ketidaktahuan dan kebodohan yang disengaja. Kalimat ini ngena banget, terutama di zaman sekarang di mana informasi bisa didapet dengan cepat, tapi nggak semua informasi itu bener.

Di tengah banjir informasi yang kadang bisa menyesatkan ini, peran kamu sebagai penulis jadi super penting. 

Kamu punya kesempatan buat berkontribusi melawan kebodohan dengan cara terus berkarya dan bersuara. Lewat tulisan, kamu bisa menyentuh banyak orang, menyajikan fakta yang bener, dan mendorong orang untuk berpikir kritis. 

Tanggung Jawab Penulis Itu Lebih dari Sekedar Menulis

Jadi penulis itu ibaratnya kayak jadi superhero, tapi senjatanya bukan kekuatan super, melainkan kata-kata. 

Dari pengalaman aku sendiri, aku sadar banget bahwa tanggung jawabku sebagai penulis itu jauh lebih dalam daripada sekedar “nulis-nulis” aja. 

Setiap kali aku menulis, aku nggak cuma sedang menuangkan ide atau opini pribadi, tapi juga aku punya kesempatan buat bikin perubahan, meski kecil, di masyarakat.

Misalnya nih, waktu aku menulis tentang pentingnya menjaga lingkungan, aku nggak cuma cerita tentang apa yang terjadi, tapi juga ngasih tahu pembaca tentang apa yang bisa mereka lakukan. 

Itu artinya, aku harus pastikan fakta dan analisis yang aku sajikan itu akurat, supaya pembaca nggak cuma dapet info yang bener, tapi juga ilmu yang bisa mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dan tau nggak, saat kamu bisa memberi pencerahan kepada orang lain lewat tulisanmu, kamu akan merasa luar biasa! 

Ada semacam kepuasan tersendiri saat ada yang bilang, “Eh, aku jadi tau nih tentang hal ini gara-gara baca tulisan kamu.” Atau “Aku jadi terinspirasi untuk melakukan perubahan positif.”

Jadi, buat kamu yang sekarang atau mau jadi penulis, ingat ya, kamu punya kekuatan di ujung jari yang bisa menyentuh hati dan pikiran banyak orang. 

Gunakan kekuatan itu dengan bijak. Karena, percaya deh, menulis itu lebih dari sekedar menulis. Kamu bisa jadi pencerah dan pendidik, bahkan tanpa perlu keluar rumah.

Strategi Perang Melawan Kebodohan

Mark Twain pernah bilang, “Never argue with stupid people, they will drag you down to their level and then beat you with experience.” 

Ini artinya, berdebat sama orang yang nggak mau menerima pengetahuan itu buang-buang waktu. Mereka bakal tarik kamu ke level pemikiran mereka, dan di situ, mereka jagoannya. 

BACA JUGA:   The Rise of Voluntourism: The Good, The Bad, and The Ethical

Jadi, bukan cuma dengan argumen atau debat, kita perlu strategi yang lebih cerdas buat melawan kebodohan.

Pertama, riset yang mendalam itu kunci. Jangan cuma terima informasi apa adanya. 

Misalnya, kamu denger gosip dari tetangga atau baca berita yang viral di media sosial, jangan langsung percaya. 

Cek dan ricek, cari tahu sumbernya, pastiin itu datang dari tempat yang bisa dipercaya. Ini penting banget, soalnya informasi yang salah bisa menyebar cepet banget dan bikin salah paham.

Kedua, saat kamu mau kritik sesuatu lewat tulisan, pastiin kritikmu itu membangun. Artinya, sampaikan masalahnya, tapi juga kasih tahu solusinya. 

Gak ada gunanya kamu menjelek-jelekkan sesuatu tanpa kasih tahu cara memperbaikinya. Ini kayak ngasih tahu temen kalau sepatunya bolong tanpa kasih tahu di mana dia bisa beli sepatu baru.

Terakhir, pakai bahasa yang gampang dimengerti. Ini penting banget, soalnya kita mau pesan yang kita sampaikan itu bisa nyampe ke semua orang, gak peduli mereka latar belakang pendidikannya apa. 

Jadi, kalau kamu menulis pake bahasa yang terlalu muluk-muluk, gak akan ada yang bakal ngerti kan?

Dengan strategi-strategi ini, kita bisa bantu mengurangi kebodohan yang ada di sekitar kita. 

Gak perlu jadi superhero, dengan senjata pena dan kertas, atau laptop dan internet, kita bisa buat perubahan. 

Hidden Power Seorang Penulis

Setiap kata punya kekuatan yang tersembunyi dan hanya seorang penulis yang bisa menggunakannya. 

Bukan cuma soal mengisi halaman kosong, tapi lebih ke gimana kita bisa pake tulisan untuk bikin perubahan yang bener-bener berarti. 

Dengan menulis, kamu bisa bangun kesadaran tentang hal-hal yang mungkin sebelumnya nggak banyak orang perhatiin. 

Kamu juga bisa dorong orang-orang untuk mikir lebih kritis tentang dunia sekitar mereka, dan yang paling penting, kamu bisa bantu memperkuat nilai-nilai kebenaran yang kadang-kadang mulai luntur di tengah-tengah kita.

Misalnya nih, mungkin di lingkungan sekitarmu ada masalah sampah yang nggak tertangani dengan baik. Kamu bisa mulai dengan nulis artikel atau blog post tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan gimana dampaknya terhadap lingkungan. 

Atau, mungkin kamu merasa penting buat ngasih tahu orang banyak tentang kesehatan mental, kamu bisa nulis tentang pengalaman pribadi atau riset tentang cara-cara menjaga kesehatan mental.

Yang keren dari nulis itu, kamu nggak harus langsung ngomongin isu besar macam perubahan iklim atau politik (walau itu juga penting, loh). 

Kamu bisa mulai dari hal-hal kecil yang kamu lihat dan rasakan sendiri setiap hari. 

Dengan cara itu, tulisanmu bisa lebih relatable dan mudah dimengerti banyak orang. Dan siapa tahu, lewat tulisanmu itu, kamu bisa bikin seseorang di luar sana jadi lebih aware dan mulai melakukan perubahan positif dalam hidupnya.

Melawan Tantangan dengan Taktik Cerdas

Perjalanan jadi penulis itu nggak selalu kayak jalan tol yang mulus. Kadang, kamu bakal nemuin jalan berbatu yang bisa bikin kamu sempoyongan. 

Salah satu batu besar itu adalah masalah sensor dan kebebasan berpendapat. Di Indonesia, misalnya, ada yang namanya UU ITE. Kadang, UU ini bisa jadi kayak pedang bermata dua yang buat penulis harus ekstra hati-hati dalam bersuara.

Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, sepanjang tahun 2020, terdapat 10 jurnalis yang dikriminalisasi di Indonesia, dan dua di antaranya sudah divonis penjara (Alhakim, 2022). 

BACA JUGA:   3 Cara Mudah Mengembangkan Premis Sederhana

Dilansir dari Kompasiana, pelaku kriminalisasi terhadap jurnalis terbanyak adalah aparat kepolisian, yang bertanggung jawab atas 12 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2021. 

Belum lagi, kita juga harus melihat bahwa tahun lalu aktivis Haris Azhar dan Fatia sempat dijerat dengan UU yang sama. 

Ini menunjukkan bahwa, sebagai penulis, kita juga harus berhadapan dengan pasal-pasal karet yang ada dalam UU ITE. Totalnya, ada 9 pasal karet yang harus kamu waspadai termasuk: 

  1. Pasal 26 ayat 3, tentang kewajiban penyedia aplikasi dan/atau konten untuk menghapus informasi elektronik yang melanggar hukum atas permintaan pihak yang berkepentingan.
  2. Pasal 27 ayat 1, tentang larangan menyebarkan informasi elektronik yang melanggar norma kesopanan dan kesusilaan.
  3. Pasal 27 ayat 3, tentang larangan menyebarkan informasi elektronik yang mengandung fitnah, pencemaran nama baik, atau penghinaan.
  4. Pasal 28 ayat 2, tentang larangan menyebarkan informasi elektronik yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
  5. Pasal 29, tentang larangan menyebarkan informasi elektronik yang mengancam atau menakut-nakuti seseorang atau kelompok masyarakat tertentu.
  6. Pasal 36, tentang larangan melakukan perbuatan yang mengubah, menambah, mengurangi, menghilangkan, atau merusak sistem elektronik milik orang lain tanpa hak atau tanpa izin.
  7. Pasal 40 ayat 2a, tentang larangan menyebarkan virus, kode, atau program komputer lain yang mengganggu atau merusak sistem elektronik.
  8. Pasal 40 ayat 2b, tentang larangan melakukan akses ilegal terhadap sistem elektronik milik orang lain tanpa hak atau tanpa izin.
  9. Pasal 45 ayat 3, tentang ancaman pidana penjara dan/atau denda bagi pelaku tindak pidana yang diatur dalam Pasal 27 ayat 1, Pasal 28 ayat 2, dan Pasal 29.

Meskipun ini cukup mengganggu, kamu seharusnya tidak perlu takut. Justru, kamu harus belajar isinya supaya kamu bisa menentukan pandangan dan perspektifmu sendiri terhadap undang-undang baru ini. 

Intinya, jadilah penulis yang melek hukum dan kritis!  

Selanjutnya, ada juga yang namanya misinformasi. Di zaman sekarang, informasi bisa menyebar cepet banget, kayak api dalam sekam. 

Masalahnya, nggak semua informasi itu bener. Kadang, ada aja yang sengaja nyebar info salah buat tujuan tertentu. 

Buat penulis, ini tantangan berat. Karena, kamu harus bisa bedain mana yang fakta dan mana yang hoaks, supaya tulisanmu nggak malah jadi bagian dari masalah.

Cara mengatasinya mudah. Saat menulis, jangan gunakan satu sumber saja. Kamu harus membandingkan data dari banyak sumber sekaligus. Sedikit tips praktis, kamu juga bisa selalu memeriksa https://cekfakta.tempo.co/ untuk tahu mana berita yang hoax dan mana yang benar. 

Ketiga, tekanan sosial dan politik juga bisa jadi hambatan. Kadang, ada aja tekanan dari sekitar atau bahkan pemerintah yang buat kamu mikir dua kali sebelum menulis sesuatu. Ini bisa bikin kamu ragu untuk ngomongin isu-isu sensitif yang sebenarnya penting buat dibahas.

Tapi, jangan langsung down ya. Semua tantangan ini sebenernya bisa jadi peluang buat kamu tumbuh jadi penulis yang lebih kuat dan berpengaruh. 

Belajarlah dari Pramoedya dan Greta!

Kekuatan tulisan itu maha dahsyat. Ada banyak sekali penulis di luar sana yang udah buktiin kalau kata-kata yang ditulis dengan hati dan pikiran terbuka bisa bener-bener mengubah cara pandang banyak orang. 

BACA JUGA:   Hubungan Menyimak, Berbicara, Membaca, dan Menulis

Salah satu contoh yang paling legendaris adalah Pramoedya Ananta Toer. Lewat tetralogi “Bumi Manusia”, dia nggak cuma bercerita tentang sejarah Indonesia, tetapi juga mengajak kita semua buat merenung dan memahami lebih dalam tentang perjuangan dan identitas bangsa kita.

Terus, di zaman sekarang, ada juga banyak penulis di media online yang sukses mengangkat isu-isu sosial yang mungkin sebelumnya nggak terlalu diperhatiin. 

Misalnya, ada tulisan-tulisan tentang pentingnya kesetaraan gender, hak asasi manusia, atau bahkan tentang bagaimana kita harus lebih peduli sama lingkungan. Dan yang keren, tulisan-tulisan ini bisa dibaca oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, makanya dampaknya bisa luas banget.

Contoh lainnya, kamu mungkin pernah dengar tentang Greta Thunberg? Walaupun dia lebih dikenal sebagai aktivis lingkungan, tapi tulisan-tulisan, termasuk pidato-pidatonya, juga punya peran besar dalam membangkitkan kesadaran orang-orang di seluruh dunia tentang krisis iklim. 

Ini ngebuktiin bahwa kamu nggak harus jadi penulis buku atau artikel panjang lebar buat bikin perubahan. Kadang, sebuah pidato yang tajam dan penuh passion juga bisa jadi tulisan yang powerful.

Yang terpenting adalah keberanian untuk bersuara dan ketulusan dalam menyampaikan pesan. 

Sebagai penulis, kita punya alat super kuat di tangan kita, yaitu kata-kata. Dan kalo kita pake dengan bijak, tulisan kita juga bisa jadi pemicu perubahan, layaknya Pramoedya atau bahkan Greta. 

Pena Adalah Pedang Pembunuh Kebodohan

Nah, kita udah ngobrol panjang lebar tentang betapa powerful-nya tulisan dalam mempengaruhi opini publik dan bahkan membawa perubahan sosial. 

Intinya, sebagai penulis, kamu punya lebih banyak power di ujung jari daripada yang mungkin kamu sadari. Kamu bisa jadi pahlawan di era modern ini, berbekal laptop dan ide-ide cemerlang di kepala.

Ingat, kebodohan itu seperti gulma. Kalau nggak ada yang berani ngadepin dan mencabutnya dari akar, dia bakal terus tumbuh dan menyebar. 

Kamu punya kesempatan untuk mencabut gulma itu dan menanam bunga-bunga pengetahuan yang bisa membuat dunia ini jadi lebih indah.

Jangan cuma fokus sama deadline dan tugas menulis sehari-hari. Itu penting, tapi coba deh sesekali melihat lebih jauh. 

Lihatlah tulisanmu sebagai kesempatan untuk membuat dunia jadi lebih paham, lebih terbuka, dan tentunya, lebih cerdas. Ayo, gunakan suaramu untuk berperang melawan kebodohan. 

Mulailah dari hal-hal kecil, tulis tentang apa yang kamu pedulikan, dan kamu akan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Yuk, jadi penulis yang bisa bikin dunia ini jadi tempat yang lebih baik. Kamu, aku, kita semua, akan membuktikan bahwa pena memang lebih kuat daripada pedang!

Referensi

  1. Alhakim, A. (2022). Urgensi Perlindungan Hukum terhadap Jurnalis dari Risiko Kriminalisasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 4(1), 89-106.
  2. Ayu, J. (2021, June). Kebebasan Pers: Kriminalisasi dan Kekerasan pada Jurnalis. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/jihanningtias/60ce150206310e6fef6c3bf2/kebebasan-pers-kriminalisasi-dan-kekerasan-pada-jurnalis
  3. Countries by IQ – Average IQ by Country 2024. (n.d.). World Population Review. Retrieved February 18, 2024, from https://worldpopulationreview.com/country-rankings/average-iq-by-country
  4. Divonis Bebas oleh Hakim, Ini Kasus Haris Azhar-Fatia Vs Luhut. (2024, January 8). CNBC Indonesia. Retrieved February 18, 2024, from https://www.cnbcindonesia.com/news/20240108140005-4-503784/divonis-bebas-oleh-hakim-ini-kasus-haris-azhar-fatia-vs-luhut
  5. 9 “Pasal Karet” dalam UU ITE yang Perlu Direvisi Menurut Pengamat Halaman all – Kompas.com. (2021, February 16). Tekno Kompas. Retrieved February 18, 2024, from https://tekno.kompas.com/read/2021/02/16/12020197/9-pasal-karet-dalam-uu-ite-yang-perlu-direvisi-menurut-pengamat
  6. SALINAN. (n.d.). Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Retrieved February 18, 2024, from https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/4761/UU%2019%20Tahun%202016.pdf
  7. 10 Negara dengan Skor IQ Tertinggi di Dunia, Berapa Skor IQ Indonesia? Halaman all – Kompas.com. (2022, September 28). Kompas Edukasi. Retrieved February 18, 2024, from https://edukasi.kompas.com/read/2022/09/28/070000471/10-negara-dengan-skor-iq-tertinggi-di-dunia-berapa-skor-iq-indonesia?page=all

Tika Widya

Tika Widya C.DMP adalah seorang penulis yang sudah menekuni industri kreatif secara profesional sejak tahun 2018. Ia telah menjadi content writer, copywriter dan creative writer pada lebih dari 914+ proyek penulisan skala nasional dan internasional. Pada tahun 2024, ia berhasil menjadi satu-satunya penulis Indonesia yang masuk daftar Emerging Writer Australia-Asia. Kini, Tika Widya mengajar menulis lewat Tikawidya.com, Tempo Institute dan Kelas Bersama. Ia juga membentuk Komunitas Belajar Nulis yang aktif mengawal 1800+ penulis dari seluruh Indonesia untuk terus berkarya dan menyemarakkan industri literasi nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *