5 Klise yang Sering Dipakai Penulis Saat Memperkenalkan Tokoh di Awal Novel

Salah satu hal yang paling ditakuti penulis novel adalah terjebak dalam klise. 

Konon, klise merupakan momok bagi karya fiksi karena bisa membuat pembaca merasa bosan atau bahkan menutup buku sebelum mereka benar-benar masuk ke cerita. 

Saya akan menjelaskan apa itu klise dan kenapa klise sering muncul saat memperkenalkan protagonis di awal novel. 

Apa itu Klise?

Klise adalah ungkapan, ide, atau elemen dalam sebuah karya seni yang telah digunakan berkali-kali hingga kehilangan makna aslinya, kebaruan, atau dampak emosionalnya. 

Dalam dunia penulisan, klise sering kali berupa frasa atau alur cerita yang sudah sangat familiar sehingga tidak lagi menarik perhatian pembaca. 

Meski begitu, ada situasi tertentu di mana penggunaan klise diperbolehkan juga kok. 

Misalnya, ketika kalian ingin menciptakan nuansa nostalgia dengan sengaja menggunakan elemen-elemen yang sudah umum. 

Namun, jika tujuan penulisan kalian adalah menciptakan cerita yang benar-benar fresh, maka klise harus dihindari.

Kenapa Klise Sering Terjadi Pada Perkenalan Tokoh?

Menulis novel adalah perjuangan yang terkadang melelahkan. 

Penulis selalu dituntut sempurna padahal kita sebenar-benarnya manusia juga. 

Makanya, kalian jangan heran ketika ada karya yang dari perkenalannya saja sudah mengandung klise. 

Ingat! Setiap karya punya kebutuhan penceritaan yang berbeda. 

Jangan langsung mengkritik tetapi perhatikan juga latar belakangnya! 

Ada beberapa alasan mengapa klise sering terjadi saat penulis memperkenalkan tokoh utama di awal novel

BACA JUGA:   5 Tujuan Penulisan Prolog dalam Novel, Wajib atau Tidak?

Pertama, penulis kadang memilih jalan pintas untuk memperkenalkan latar belakang atau kepribadian tokoh tanpa perlu repot-repot membangun detail.

Akhirnya, penulis memutuskan untuk pakai adegan klise saja (daripada repot mikir).

Ini biasanya terjadi karena malas mencari ruang/momen yang tepat untuk menyisipkan backstory.

Dari sini, kalian bisa belajar bahwa diri sendiri adalah musuh terbesar seorang penulis.

Selanjutnya, ketika imajinasi mandek, penulis cenderung mengandalkan formula yang sudah ada sehingga akhirnya terjebak pada trope umum dan bikin pembaca merasa, “Ah! Klise!” 

Apakah ini harus dihindari? 

Boleh saja, tapi tidak selalu. 

Sebagai penulis, kalian pasti yang paling paham bahwa ada banyak trope yang memang digemari pembaca sehingga sulit bagi penulis untuk melihat alternatif lain.

Bicara soal ini, pembaca adalah konsumen seorang penulis. 

Tentu saja, kalian harus memperhatikan preferensi mereka ketika sedang menulis. 

Tidak apa-apa! 

Seperti yang sudah saya bilang di segmen sebelumnya: Kalian boleh menggunakan klise sesuai kebutuhan. 

5 Klise yang Sering Terjadi Saat Perkenalan Tokoh

Kendati tidak harus selalu dihindari, ada total lima klise yang paling sering muncul saat perkenalan tokoh. 

Coba lihat contohnya sehingga kalian tahu cara membuat diferensiasi di cerita kalian sendiri agar tidak terkesan itu-itu saja. 

1. Terbangun Karena Bunyi Alarm

Contoh:
Bip! Bip! Suara alarm memekakkan telinga membuat Rina tersadar dari tidurnya.

Membuka cerita dengan karakter bangun tidur adalah salah satu pendekatan paling umum dalam literatur. 

Sayangnya, adegan ini tidak fresh karena banyak penulis yang menggunakan adegan sama.

Kamu bisa kok mengawali cerita dengan rutinitas pagi si tokoh

Tetapi, coba mulailah cerita langsung di tengah aksi. 

Daripada sekadar menyampaikan bahwa si Rina terbangun karena alam, mending langsung meluncur ke bagian serunya. 

BACA JUGA:   5 Format dan Aturan Penulisan Novel di Word

Hasilnya: Rina melompati pagar tinggi sekolah sembari berusaha memastikan bahwa tidak ada guru yang melihatnya datang terlambat.

2. Pindah Kota

Contoh:
Setelah menempuh perjalanan panjang, Andi turun dari mobil dan menatap rumah barunya yang dikelilingi pepohonan rimbun.

Pindah ke kota baru sering digunakan sebagai cara mudah untuk menunjukkan bahwa tokoh sedang memulai babak hidup baru. 

Namun, ini terlalu sering digunakan sehingga terasa membosankan.

Biar pembaca nggak langsung meninggalkan cerita, kalian bisa menambahkan elemen konflik sejak awal. 

Hasilnya: Andi tercengang membaca tulisan merah darah yang digoreskan di pintu rumah barunya, ‘Selamat Datang di Neraka’

3. Bercermin

Contoh:
Di depan cermin, Lina memperhatikan matanya yang coklat gelap dan rambutnya yang ikal sembari berharap hari ini akan lebih baik.

Deskripsi fisik melalui cermin terasa malas dan tidak natural

Pembaca lebih tertarik pada tindakan dan interaksi daripada deskripsi penampilan.

Makanya, kalian harus pandai mengungkapkan deskripsi fisik tokoh melalui tindakan. 

Hasilnya: Lina memilin-milin rambut ikalnya sambil menunggu giliran presentasi.

Tuh, pembaca jadi tahu bahwa rambut Lina ikal tetapi tidak merasa bosan karena ada fokus juga ke tindakan Lina. 

4. Bermimpi

Contoh:
Dengan napas tersengal-sengal, Dina terbangun dari mimpi buruk tentang dirinya jatuh dari tebing.

Mimpi sudah terlalu sering dipakai untuk menciptakan ketegangan palsu. 

Ketika pembaca tahu itu hanya mimpi, mereka merasa dibohongi.

Oleh karena itu, saya sarankan untuk menghindari menulis mimpi kecuali benar-benar relevan dengan plot. 

Sebagai gantinya, mulailah dengan adegan nyata yang menegangkan. 

Hasilnya: Dina tersandung batu saat berlari mengejar sesuatu di hutan gelap.

5. Damsel in Distress

Contoh:
Nisa berteriak minta tolong sementara api semakin dekat. Ia terjebak di atap gedung yang terbakar.

Apa itu damsel in distress

BACA JUGA:   Apa Beda Penulis Naskah Drama dengan Novel?

Damsel in distress adalah karakter perempuan yang selalu butuh diselamatkan oleh prianya. 

Ini merupakan stereotip lama yang tidak lagi relevan. 

Tokoh yang seperti ini biasanya terkesan dangkal di mata pembaca.

Untuk menghindari menulis tokoh begini (atau memberi kesan bahwa tokohmu adalah damsel in distress) maka kamu harus memberikan sedikit daya upaya pada tokoh tersebut. 

Misalnya: daripada sekadar berteriak, Nisa bisa saja meraih tabung pemadam kebakaran serta berusaha melawan si jago merah yang berusaha melumatnya. 

Tips Sederhana agar Terhindar dari Klise

Kalau kalian sedang ingin bikin cerita yang fresh, entah untuk lomba atau untuk pencapaian pribadi lainnya, maka kalian harus mulai berpikir out-of-the-box. 

Saat merancang adegan dalam novel kalian, cobalah menganalisis: 

  • Apakah adegan yang saya tuliskan sudah relevan dengan pembaca?
  • Apakah saya pernah melihat adegan serupa di novel lain?
  • Apakah adegan yang saya tulis benar-benar dibutuhkan untuk memajukan jalan cerita?

Seorang penulis andal biasanya pemikir yang hebat pula. 

Luangkanlah sedikit waktu untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas agar kalian terhindar dari pakem-pakem usang. 

Langkah ini akan membantu kalian menciptakan perkenalan tokoh yang bebas klise dan pasti memantik pembaca untuk membuka halaman berikutnya.


Bikin Alur Novel Bareng Tika Widya

Kelas Menulis Privat: Developing Your Story

(5 ulasan pelanggan)
Rp479.000

Kelas Menulis Privat: Developing Your Story menawarkan coaching eksklusif 1:1 dengan Tika Widya, penulis berpengalaman yang diakui secara internasional. Dapatkan bimbingan terstruktur dalam lima sesi intensif untuk mengasah dan menyelesaikan cerita novel atau skenario filmmu dengan sukses.

Tika Widya

Tika Widya C.DMP adalah seorang penulis yang sudah menekuni industri kreatif secara profesional sejak tahun 2018. Ia telah menjadi content writer, copywriter dan creative writer pada lebih dari 914+ proyek penulisan skala nasional dan internasional. Pada tahun 2024, ia berhasil menjadi satu-satunya penulis Indonesia yang masuk daftar Emerging Writer Australia-Asia. Kini, Tika Widya mengajar menulis lewat Tikawidya.com, Tempo Institute dan Kelas Bersama. Ia juga membentuk Komunitas Belajar Nulis yang aktif mengawal 1800+ penulis dari seluruh Indonesia untuk terus berkarya dan menyemarakkan industri literasi nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *