Cara Menerapkan Swasunting untuk Meningkatkan Peluang Diterima Penerbit
Sebagai penulis, kita pasti tahu kalau menulis itu baru separuh dari pekerjaan.
Setelah menyelesaikan naskah, ada satu proses penting yang sering kali bikin kita malas: swasunting atau mengedit tulisan sendiri.
Proses ini mungkin terdengar menakutkan, tapi percayalah, swasunting adalah salah satu langkah penting untuk membuat naskahmu lebih matang dan siap diterima penerbit.
Bahkan, penerbit besar nggak mau repot mengedit naskah yang masih mentah.
Mereka akan lebih memilih naskah yang sudah bersih, terstruktur, dan siap terbit.
Jadi, kalau kamu ingin naskahmu dilirik penerbit, swasunting harus menjadi sahabat baikmu.
Nah, berikut adalah langkah-langkah swasunting yang bisa kamu lakukan untuk meningkatkan kualitas tulisanmu dan memperbesar peluang diterbitkan!
1. Mulai dengan Memperbaiki Struktur Cerita
Oke, ini adalah langkah pertama yang sering aku abaikan dulu.
Waktu itu, aku langsung ingin mengutak-atik kalimat kecil atau typo, padahal cerita keseluruhannya masih amburadul.
Jadi, hal pertama yang perlu kamu lakukan adalah memperbaiki struktur ceritamu.
Gampangnya begini, anggap saja sebuah cerita itu adalah bangunan.
Fondasi dan kerangka bangunannya tentu saja harus kuat dulu sebelum kamu mulai mengecat dinding.
Itulah kenapa di tahap pertama swasunting, kamu harus memastikan alur cerita, karakter, dan logika sudah berjalan dengan baik.
Caranya gimana?
Baca ulang naskahmu dari awal sampai akhir. Apakah ceritanya masuk akal? Apakah alurnya mengalir dengan lancar atau ada bagian yang tersendat? Cek juga tokoh-tokohnya—apakah mereka bertindak dengan cara yang konsisten dan sesuai dengan perkembangan cerita?
Aku dulu pernah menulis sebuah cerita yang punya alur meloncat-loncat kayak roller coaster.
Tokohnya tiba-tiba berubah dari orang yang sangat sabar jadi super emosional tanpa alasan jelas.
Nah, di sinilah aku belajar untuk lebih memperhatikan konsistensi alur dan perkembangan karakter.
Kalau ada bagian yang terasa lemah atau bikin pembaca bingung, jangan ragu untuk mengubah atau bahkan menghapusnya.
Iya, menghapus!
Meskipun kita terlalu cinta sama adegan tertentu, ketika adegannya nggak penting buat cerita, ya lebih baik di-cut.
2. Edit Setiap Kalimat agar Lebih Jelas dan Efektif
Setelah cerita besar sudah kamu tata, saatnya turun ke level kalimat.
Ini bagian di mana kamu mulai memperhalus kalimat-kalimat yang mungkin masih terdengar berantakan atau terlalu panjang.
Kalimat yang panjang dan bertele-tele itu kayak jembatan yang nggak pernah selesai dibangun—pembaca bisa terjebak di tengah jalan.
Di sinilah kita belajar untuk memangkas kalimat yang nggak perlu, mengganti kata-kata yang diulang, dan menyusun ulang kalimat agar lebih efektif.
Caranya gimana?
Pecah kalimat yang terlalu panjang menjadi kalimat yang lebih pendek. Misalnya, kalimat yang berbunyi:
“Dia berjalan dengan perlahan menuju jendela, lalu dengan sangat hati-hati dia membuka tirai dan memandang ke luar dengan penuh kekhawatiran di hatinya.”
Bisa disederhanakan menjadi:
“Dia membuka tirai perlahan dan memandang keluar dengan hati cemas.”
Lihat kan bedanya?
Kalimat pendek bisa memberi lebih banyak dampak.
Jangan lupa untuk mengganti kata-kata yang terlalu sering diulang dengan sinonim.
Kalau nggak, tulisanmu bisa jadi terasa membosankan.
3. Cek Konsistensi Gaya Bahasa dan Ejaan
Oke, ini tahap di mana kita mulai memperhatikan detail yang lebih kecil.
Setelah cerita dan kalimat-kalimatnya sudah rapi, saatnya melihat hal-hal seperti ejaan, gaya bahasa, dan konsistensi.
Misalnya, kalau di awal kamu memilih untuk menggunakan bahasa formal, jangan tiba-tiba di tengah-tengah cerita jadi santai banget.
Itu bisa bikin pembaca bingung.
Konsistensi dalam gaya bahasa juga penting untuk menjaga alur cerita tetap enak dibaca.
Caranya gimana?
Cek apakah ada bagian di mana kamu tiba-tiba berubah dari bahasa formal ke informal tanpa alasan yang jelas.
Selain itu, pastikan penggunaan tanda baca dan ejaan sudah sesuai.
Kamu bisa cek EYD V atau menggunakan alat bantu seperti ChatGPT, Copilot dan Perplexity untuk cek cepat.
Tapi, jangan lupa baca ulang manual juga karena alat-alat itu nggak selalu 100% akurat.
Satu hal yang sering aku lakukan adalah baca naskah dengan suara keras.
Dengan begitu, aku bisa mendengar apakah ada kalimat yang terdengar janggal atau nggak mengalir dengan baik.
4. Minta Feedback dari Beta Reader
Nah, ini adalah bagian yang menurutku paling berharga tapi sering dilupakan oleh banyak penulis, termasuk aku dulu.
Setelah kita merasa naskah sudah cukup baik, kita bisa minta feedback dari orang lain atau beta reader.
Beta reader ini bisa teman penulis, pembaca setia, atau siapapun yang kamu percaya untuk memberi kritik jujur.
Mereka akan membantu kamu melihat kelemahan-kelemahan yang mungkin kamu lewatkan karena kamu sudah terlalu dekat dengan naskah itu.
Caranya gimana?
Cari pembaca beta yang bisa memberi masukan konstruktif.
Paling bagus, carilah teman yang kira-kira punya karakteristik sama dengan target pembacamu biar kamu bisa beneran dapat input yang tepat.
Beri mereka beberapa pertanyaan spesifik yang bisa membantu mereka memberikan feedback yang bermanfaat, seperti:
- Apakah alur cerita mudah diikuti?
- Apakah tokoh berkembang dengan logis?
- Apakah ada bagian yang membingungkan?
Dulu aku pikir naskahku sudah siap kirim ke penerbit, sampai aku minta bantuan seorang teman sebagai beta reader.
Ternyata, dia menemukan beberapa plot hole dan inkonsistensi tokoh yang tidak kusadari sebelumnya.
Berkat feedback itu, naskahku jadi jauh lebih solid.
5. Lakukan Pengecekan Terakhir (Proofreading)
Setelah kamu selesai menerima dan menerapkan feedback dari beta reader, saatnya masuk ke langkah terakhir: proofreading.
Ini adalah tahap di mana kamu memeriksa kesalahan kecil seperti typo, tanda baca, dan detail-detail teknis yang mungkin terlewat.
Proofreading ini memang terasa membosankan meski sebenarnya krusial.
Kesalahan kecil seperti ejaan yang salah atau koma yang keliru bisa membuat naskahmu terlihat kurang profesional di mata penerbit.
Caranya gimana?
Baca ulang naskahmu dengan sangat teliti.
Aku biasanya menggunakan trik membaca dari belakang (mulai dari kalimat terakhir ke yang pertama) supaya fokus hanya pada kesalahan kecil.
Kamu juga bisa menggunakan alat bantu digital seperti generative AI, tapi jangan lupa bahwa mata manusialah yang tetap jadi hakim terakhir!
Setelah itu, (lagi-lagi) bacalah naskah dengan suara keras.
Aku pernah menemukan kesalahan kecil yang aku lewati saat baca diam-diam, tapi ketika dibaca keras-keras, langsung ketahuan ada yang nggak beres.
Swasunting Bantu Kamu Melahirkan Naskah Berkualitas
Swasunting bukanlah tugas yang mudah, apalagi kalau kamu sudah sangat mencintai setiap kalimat yang kamu tulis.
Tapi, proses ini adalah kunci untuk mengasah kualitas naskah dan memastikan peluang naskahmu diterima penerbit lebih besar.
Mulai dari memperbaiki struktur cerita, menyederhanakan kalimat, menjaga konsistensi gaya bahasa, meminta feedback dari beta reader, hingga proofreading, setiap langkah swasunting bikin karyamu jadi lebih bagus dari sebelumnya.
Oleh karena itu, jangan takut untuk merombak dan menyempurnakan karya sendiri dengan cara swasunting.