Apa Itu Swasunting dan Kenapa Penulis Wajib Menguasainya (Serius, Ini Penting!)

Apa yang terjadi ketika kamu baca sendiri tulisanmu setelah mendiamkannya selama beberapa hari?

Saat aku melakukan ini di awal-awal karier penulisanku, aku selalu merasa kayak lagi baca tulisan orang lain yang mengandung banyak typo dan kalimat nggak nyambung.

Singkatnya, dulu aku sering membaca tulisanku sendiri dan bertanya-tanya, “Ini aku yang nulis, ya?”

Kamu pernah merasa seperti itu juga?

Percayalah, semua penulis pernah ada di posisi ini, termasuk aku.

Dulu, aku sering berpikir, “Yang penting selesai nulis, nanti editor yang ngerapiin.”

Tapi ternyata, kalau tulisanmu belum siap dan masih acak-acakan, yang bakal pusing duluan adalah kamu, bukan editor!

Nah, itulah kenapa swasunting (self-editing) itu penting banget.

Sebagai penulis, kita harus belajar merapikan tulisan kita sendiri sebelum menyerahkannya ke orang lain.

Apa Itu Swasunting?

Swasunting adalah proses memeriksa dan memperbaiki tulisanmu sendiri dengan cara membetulkan kesalahan, merevisi struktur kalimat dan mengoptimalkan keterbacaan kalimat.

Fase ini adalah momen untuk menyempurnakan naskahmu dari segi struktur, alur, hingga gaya bahasa termasuk merapikan typo kalau ada.

Sebagai penulis, swasunting membantu kamu menjadi lebih kritis terhadap tulisanmu.

Jujur saja, ini proses yang lumayan “menyakitkan” di awal, karena kita harus berhadapan dengan segala kekurangan tulisan sendiri.

Tapi, justru dari sinilah kamu belajar banyak.

Dulu, ketika pertama kali mencoba swasunting, aku merasa seperti ketemu ranjau di seluruh bagian tulisanku.

BACA JUGA:   Cara Mengedit Cerita secara Mandiri [Self-Editing]

Ada kalimat yang nggak nyambung, paragraf yang tiba-tiba melompat tanpa transisi, dan dialog yang terasa datar.

Tapi, setelah meluangkan waktu untuk benar-benar memperbaiki semuanya, tulisan itu akhirnya terasa lebih hidup.

Kenapa Swasunting Itu Penting?

Swasunting punya banyak manfaat buat kita sebagai penulis.

Pertama, swasunting bikin kamu bisa meningkatkan kualitas tulisan.

Tanpa proses ini, naskahmu mungkin masih penuh dengan kekurangan yang bisa bikin pembaca bingung.

Misalnya, waktu aku pertama kali menulis cerpen, aku terlalu suka dengan kalimat-kalimat yang panjang dan bertele-tele.

Setelah melalui proses swasunting, aku sadar kalau memotong beberapa bagian sebenarnya bikin cerita lebih padat dan enak dibaca.

Selain itu, swasunting juga membantu kita menemukan authentic voice dalam menulis.

Ketika kamu membaca ulang dan mengedit, kamu mulai mengenali pola-pola khas yang sering muncul dalam tulisanmu.

Itulah yang membentuk gaya penulisanmu sendiri.

Aku dulu sering banget menggunakan kata-kata yang menurutku keren, tapi ternyata malah bikin tulisan jadi nggak alami.

Dengan swasunting, aku mulai belajar memilah mana yang penting dan mana yang bisa dipangkas.

Dan yang nggak kalah penting, swasunting bisa menghemat biaya editor.

Iya, beneran!

Kalau kamu sudah merapikan tulisanmu sendiri dengan baik, editor nggak perlu kerja terlalu keras membongkar seluruh naskah.

Mereka bisa fokus memperbaiki hal-hal yang lebih struktural, bukan sekadar typo atau kalimat bertele-tele.

Teknik Dasar Swasunting yang Bisa Kamu Coba

Nah, kalau kamu sudah paham pentingnya swasunting, yuk kita bahas teknik-teknik dasarnya.

Jangan khawatir, proses ini nggak seseram kedengarannya.

1. Pemangkasan Kalimat yang Berlebihan

Kadang kita, sebagai penulis, merasa makin panjang kalimat, makin keren.

Padahal nggak juga!

Kalimat yang panjang justru bisa bikin pembaca kehilangan napas.

Dulu, aku juga sering banget bikin kalimat panjang yang rasanya nggak ada ujungnya.

Tapi setelah belajar memangkas dan merapikan, ternyata tulisan jadi lebih jelas dan langsung ke inti pesan.

2. Perbaikan Struktur Kalimat

Kalau kamu merasa ada kalimat yang aneh atau nggak enak dibaca, jangan ragu untuk mengevaluasi strukturnya.

Fokus swasunting harusnya di menemukan cara terbaik untuk menyampaikan pesan, dan itu termasuk menyusun ulang kalimat supaya lebih efektif.

Ketika ada kalimat yang malah bikin pembaca bingung, langsung rombak aja.

3. Hindari Pengulangan yang Berlebihan

Cek juga apakah ada kata atau frasa yang kamu ulang berkali-kali dalam satu paragraf.

Ini bisa bikin tulisan terasa monoton.

Aku pernah nulis satu paragraf yang isinya kata “pasti” lima kali.

Nggak perlu, kan?

Jadi, cek lagi penggunaan kata-kata yang sama dalam satu bagian.

Kapan Waktu yang Tepat untuk Swasunting?

Jawabannya: Setelah naskahmu istirahat.

Maksudnya, setelah kamu selesai menulis draft pertama, kasih waktu buat naskah itu bernapas.

Jangan langsung diedit, karena kamu masih terlalu terikat secara emosional.

Istirahatkan naskahmu selama beberapa hari atau bahkan seminggu, baru kemudian mulai proses swasunting.

Percayalah, ketika kamu membacanya lagi dengan pikiran segar, kamu akan menemukan banyak hal yang perlu diperbaiki.

Aku pernah buru-buru ngedit tulisan langsung setelah selesai nulis.

Hasilnya? Banyak banget kesalahan yang aku lewatkan.

Setelah jeda beberapa hari dan aku baca ulang, barulah kelihatan typo dan kalimat aneh yang sebelumnya nggak aku sadari.

Jadi, jangan terburu-buru.

Biarkan naskahmu meresap dulu sebelum kamu mulai ngedit.

Tantangan Swasunting dan Cara Mengatasinya

Tentu saja, swasunting punya tantangan tersendiri.

Salah satunya adalah bias pribadi.

Kita sering terlalu sayang dengan beberapa kalimat atau paragraf yang kita anggap keren.

Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, bagian itu mungkin nggak relevan atau malah mengganggu alur cerita.

Solusinya? Cobalah baca naskahmu seolah-olah kamu bukan penulisnya.

Jadi pembaca yang kritis, yang nggak ragu menghapus atau merombak bagian yang nggak pas.

Selain itu, ada juga masalah teknis, seperti tata bahasa dan ejaan.

Jangan malu untuk membaca ulang EYD V untuk memastikan tulisanmu sudah sesuai dengan aturan penulisan terbaru atau menggunakan generative AI untuk mengotomasi proses editing.

ChatGPT, Copilot dan Perplexity bisa membantu mengecek kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin terlewat oleh mata kita sendiri.

Kesimpulan

Swasunting itu memang butuh kesabaran.

Namun, proses ini bisa membantumu mengasah kualitas tulisan sekaligus kemampuan menulismu.

Dengan swasunting, kamu akan tumbuh sebagai penulis yang lebih kritis dan tajam.

Jadi, jangan takut buat ngacak-ngacak tulisanmu sendiri.

Setelah melalui proses swasunting, kamu (dan juga pembacamu) pasti lebih mudah jatuh cinta dengan tulisanmu.

Tika Widya

Tika Widya C.DMP adalah seorang penulis yang sudah menekuni industri kreatif secara profesional sejak tahun 2018. Ia telah menjadi content writer, copywriter dan creative writer pada lebih dari 914+ proyek penulisan skala nasional dan internasional. Pada tahun 2024, ia berhasil menjadi satu-satunya penulis Indonesia yang masuk daftar Emerging Writer Australia-Asia. Kini, Tika Widya mengajar menulis lewat Tikawidya.com, Tempo Institute dan Kelas Bersama. Ia juga membentuk Komunitas Belajar Nulis yang aktif mengawal 1800+ penulis dari seluruh Indonesia untuk terus berkarya dan menyemarakkan industri literasi nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *