8 Teknik Swasunting yang Harusnya Dikuasai Penulis

Pernah nggak kamu merasa sudah menulis naskah yang sempurna tapi begitu dibaca ulang ternyata isinya berantakan?

Nah, itulah kenapa teknik swasunting (self-editing) sangat penting dalam menulis.

Swasunting bisa memperhalus, memperbaiki, dan menyempurnakan tulisanmu sampai benar-benar siap untuk diterbitkan (atau dikirim ke editor).

Aku sendiri dulu merasa cukup pede dengan naskah yang baru selesai aku tulis.

“Udah, nanti editor yang rapihin,” pikirku.

Tapi kenyataannya, tulisan yang mentah malah bikin kepala pusing waktu dibaca ulang.

Sekarang, aku sadar bahwa kemampuan mengedit tulisan sendiri adalah salah satu keterampilan paling berharga yang bisa kamu asah sebagai penulis.

Yuk, aku bagikan beberapa teknik swasunting yang bisa kamu kuasai untuk meningkatkan keterampilan menulismu!

1. Pemangkasan Kata-Kata yang Tidak Perlu

Sering kali, kita terjebak dalam godaan untuk menulis kalimat panjang dengan kata-kata yang terdengar nyastra.

Faktanya, kalimat yang lebih ringkas justru lebih efektif.

Aku dulu suka banget pakai kata-kata seperti “merasa bahwa,” “sejujurnya,” atau “pada kenyataannya.”

Padahal, tanpa kata-kata itu, kalimatnya tetap kuat, bahkan lebih jelas.

Contoh:

  • Sebelum: “Saya merasa bahwa dia mungkin akan datang besok, tetapi saya tidak benar-benar yakin.”
  • Sesudah: “Dia mungkin datang besok, tapi saya tidak yakin.”

Dengan memangkas frasa seperti “merasa bahwa” dan “benar-benar,” kalimat jadi lebih to the point.

Sebagai penulis, kita harus belajar memberi ruang pada kalimat untuk bernapas, bukan menjejalkan kata-kata tanpa alasan yang jelas.

BACA JUGA:   Cara Mengedit Cerita secara Mandiri [Self-Editing]

2. Menghindari Kata Berulang yang Redundan

Kamu pernah nggak menulis paragraf dan menyadari bahwa kamu menggunakan kata yang sama berkali-kali?

Aku dulu sering banget melakukan ini!

Misalnya, ketika aku menulis cerita, aku terus-terusan pakai kata “berjalan” dalam satu paragraf.

Hasilnya? Pembaca jadi bosan dengan tulisan kita.

Contoh:

  • Sebelum: “Dia berlari dengan cepat, berusaha berlari sejauh mungkin sebelum hujan mulai turun.”
  • Sesudah: “Dia berlari secepat mungkin, berusaha menjauh sebelum hujan turun.”

Pengulangan kata “berlari” di dua tempat dalam satu kalimat bikin tulisan terasa monoton.

Dengan menggantinya atau menyusun ulang, kalimat jadi lebih variatif dan menarik untuk dibaca.

3. Menyusun Ulang Struktur Kalimat

Kalimat panjang yang terlalu rumit bisa bikin pembaca bingung.

Aku sering menemukan kalimat yang terasa kayak “labirin”—di mana pembaca tersesat di tengah-tengahnya.

Solusinya?

Pecah kalimat panjang menjadi kalimat pendek yang lebih mudah dicerna.

Contoh:

  • Sebelum: “Setelah berbicara dengan manajer proyek dan menyusun rencana, kami merasa bahwa langkah berikutnya adalah menghubungi semua pihak yang terlibat untuk memastikan semua detail telah diatur dengan baik.”
  • Sesudah: “Kami sudah berbicara dengan manajer proyek dan menyusun rencana. Langkah berikutnya adalah menghubungi semua pihak yang terlibat untuk memastikan detailnya sudah diatur.”

Aku pernah menghadapi kalimat semacam ini dalam naskahku sendiri.

Waktu pertama kali menulis, aku cenderung memasukkan terlalu banyak informasi dalam satu kalimat.

Setelah belajar menyederhanakan, hasilnya lebih enak dibaca!

4. Menghindari Penggunaan Kalimat Pasif

Aku dulu sering menggunakan kalimat pasif, karena rasanya lebih formal dan sopan.

Tapi ternyata, kalimat aktif jauh lebih menarik.

Kalimat pasif membuat tulisan terasa lemah dan nggak hidup, sementara kalimat aktif lebih lugas dan energik.

BACA JUGA:   Line Editing: Pengertian, Manfaat, Cara, dan Tipsnya

Contoh:

  • Sebelum: “Pertemuan akan diadakan oleh tim manajemen pada hari Senin.”
  • Sesudah: “Tim manajemen akan mengadakan pertemuan pada hari Senin.”

Kalimat aktif membuat tindakan lebih jelas dan terasa lebih dinamis.

Sebagai penulis, kamu ingin tulisanmu mengalir dengan lancar, dan kalimat aktif membantu mewujudkannya.

5. Hindari Kalimat Bertele-tele

Kalimat yang terlalu panjang, penuh dengan frasa-frasa tambahan, dan nggak langsung ke inti hanya akan membuat pembaca bingung.

Kalimat yang terlalu panjang justru “mengorbankan” pesan yang ingin disampaikan, lebih baik singkat, padat, dan langsung ke poin.

Contoh:

  • Sebelum: “Di dalam keadaan yang sangat tidak pasti dan penuh dengan kebingungan, saya memutuskan untuk mengambil langkah besar yang mungkin akan sangat menentukan arah hidup saya ke depannya.”
  • Sesudah: “Dalam kebingungan, saya memutuskan untuk mengambil langkah besar yang akan menentukan hidup saya.”

Pemangkasan kalimat bertele-tele membuat pesan lebih jelas, dan pembaca nggak perlu menerka-nerka maknanya.

6. Menggunakan Sinonim untuk Menghindari Kebosanan

Penggunaan kata yang sama berkali-kali dalam satu teks bisa bikin tulisan terasa monoton.

Salah satu teknik yang aku pelajari adalah mengganti kata yang diulang dengan sinonim untuk menjaga variasi.

Misalnya, ketika kamu sudah menggunakan kata “bermanfaat” dalam satu kalimat, cobalah ganti dengan “berguna” di kalimat berikutnya.

Contoh:

  • Sebelum: “Pelatihan ini sangat bermanfaat. Saya merasa bahwa pelatihan ini memberi saya banyak pengetahuan baru. Dengan pelatihan ini, saya dapat mengaplikasikan banyak hal di pekerjaan saya.”
  • Sesudah: “Pelatihan ini sangat bermanfaat. Saya mendapatkan banyak pengetahuan baru yang berguna dan bisa langsung diaplikasikan di pekerjaan.”

Di sini, kata “bermanfaat” diganti dengan “berguna” agar kalimat tetap menarik dan tidak berulang.

BACA JUGA:   Proofreading: Pengertian, Fokus dan Hasilnya

Menggunakan sinonim memberi variasi yang membuat pembaca tetap tertarik.

7. Menghapus Kata-Kata yang Berlebihan

Kamu pasti pernah menemukan kalimat yang dipenuhi kata-kata tambahan yang sebenarnya nggak diperlukan.

Kata-kata seperti “pada akhirnya,” “sebenarnya,” atau “sejujurnya” sering kali hanya memperlambat kalimat.

Contoh:

  • Sebelum: “Pada akhirnya, saya sangat yakin bahwa dia memang bersalah.”
  • Sesudah: “Saya yakin dia bersalah.”

Menghapus kata-kata yang berlebihan membuat tulisan lebih padat dan langsung ke inti.

Aku dulu sering banget terjebak dalam “kata-kata tambahan” ini karena ingin menekankan sesuatu, tapi ternyata malah bikin kalimat jadi berat dan lambat.

8. Membaca Tulisan dengan Keras

Ini mungkin terdengar sepele, tapi membaca tulisanmu dengan keras bisa membantu menemukan kalimat yang terdengar janggal.

Aku sering menemukan kalimat yang saat ditulis terasa bagus, tapi ketika dibaca keras-keras, jadi terasa aneh atau terlalu panjang.

Contoh Praktek:

Coba baca kalimat ini dengan keras:

“Saat aku berjalan di tengah hujan deras itu, aku merasa seolah-olah dunia berhenti dan hanya ada aku yang sedang melangkah dengan kesendirian di tengah badai yang tak kunjung reda.”

Kalimat ini mungkin terdengar berat dan panjang saat diucapkan. Coba pecah menjadi beberapa kalimat!

“Saat aku berjalan di tengah hujan deras, rasanya dunia berhenti. Hanya ada aku yang melangkah sendiri di tengah badai yang tak kunjung reda.”

Dengan membacanya keras-keras, kamu bisa mengecek kelancaran aliran kalimat dan menemukan bagian yang perlu diubah.

Kesimpulan

Meguasai swasunting bisa bikin tulisanmu jadi jauh lebih baik.

Sebagai penulis, mengedit tulisan sendiri adalah bagian dari proses kreatif yang tak kalah penting dari menulis itu sendiri.

Proses ini juga mengasah kemampuan menulismu secara keseluruhan.

Mulailah terapkan teknik-teknik swasunting di atas dalam tulisanmu!

Kamu akan melihat perubahan signifikan pada kualitas naskahmu, dan yang pasti, kamu akan merasa lebih percaya diri sebagai penulis!

Tika Widya

Tika Widya C.DMP adalah seorang penulis yang sudah menekuni industri kreatif secara profesional sejak tahun 2018. Ia telah menjadi content writer, copywriter dan creative writer pada lebih dari 914+ proyek penulisan skala nasional dan internasional. Pada tahun 2024, ia berhasil menjadi satu-satunya penulis Indonesia yang masuk daftar Emerging Writer Australia-Asia. Kini, Tika Widya mengajar menulis lewat Tikawidya.com, Tempo Institute dan Kelas Bersama. Ia juga membentuk Komunitas Belajar Nulis yang aktif mengawal 1800+ penulis dari seluruh Indonesia untuk terus berkarya dan menyemarakkan industri literasi nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *