5 Tips Menggambarkan Social Anxiety pada Tokoh Cerita

Hai writers! Kamu pernah nggak, menulis tokoh yang punya social anxiety atau kecemasan sosial?

Menulis karakter dengan kecemasan sosial bisa jadi tantangan tersendiri, apalagi kalau kamu ingin menyajikannya dengan cara yang realistis dan relatable.

Gangguan kecemasan sosial, atau sering juga disebut social anxiety, adalah ketakutan ekstrem terhadap penilaian negatif dari orang lain dalam situasi sosial.

Tokoh dengan kecemasan sosial mungkin merasa cemas saat berbicara di depan umum, menghindari pertemuan sosial, atau merasa gugup saat bertemu orang baru.

Nah, kali ini aku akan berbagi tips praktis tentang cara menuliskan tokoh dengan kecemasan sosial dan beberapa contoh situasi yang bisa kamu masukkan dalam ceritamu sendiri.

Apa Itu Kecemasan Sosial?

Sebelum masuk ke tips penulisan, kamu harus paham dulu apa itu kecemasan sosial.

Kecemasan sosial adalah bentuk gangguan kecemasan di mana seseorang merasa takut berinteraksi dengan orang lain karena takut dihakimi, dipermalukan, atau diremehkan.

Tokoh yang menderita gangguan ini biasanya merasa tidak nyaman di tempat umum.

Tak jarang, ketakutan ini bisa menghambat kehidupan sehari-hari mereka.

Sebagai penulis, tokoh dengan kecemasan sosial itu biasanya kompleks tapi mudah relate ke pembaca.

Yang penting, kamu memperhatikan dan menunjukkan detail-detail kecil dari perilaku dan pikiran si tokoh dengan baik, lewat cerita.

1. Tunjukkan Kecemasan Melalui Tindakan dan Pikiran

Kunci pertama untuk menggambarkan tokoh dengan kecemasan sosial adalah show, don’t tell.

BACA JUGA:   Cara Menuliskan Perubahan Suasana Hati Tokoh yang Menderita Bipolar Disorder

Jangan hanya mengatakan bahwa tokohmu merasa cemas tapi tunjukkan bagaimana kecemasan itu mempengaruhi tindakan dan pikiran mereka.

Misalnya, tokohmu mungkin merasa gugup saat harus memperkenalkan diri di depan sekelompok orang, sehingga mereka bermain-main dengan tangannya, keringat mengucur di dahi, atau mereka mencoba mencari alasan untuk meninggalkan ruangan.

Pengalaman pribadiku saat membimbing salah satu penulis di kelas privat penulisan, dia mencoba menggambarkan kecemasan sosial tokohnya hanya dengan menuliskan, “Dia merasa sangat gugup.”

Nah, ini yang dinamakan telling, ya!

Seorang penulis harus bisa menggali yang lebih dari itu.

Setelah kami berdiskusi, aku menyarankan untuk menambahkan deskripsi yang lebih halus.

Akhirnya dia mulai dengan bagaimana tokoh itu mulai menghindari kontak mata atau merapikan baju berulang kali.

Nah narasi itulah yang akhirnya bikin emosi tokoh terasa lebih nyata di mata pembaca.

2. Eksplorasi Pikiran Negatif yang Terus Berulang

Tokoh dengan kecemasan sosial sering kali memiliki pola pikir negatif yang terus berulang.

Mereka mungkin terus-menerus bertanya pada diri sendiri, “Apakah aku berkata sesuatu yang salah?” atau “Apa yang mereka pikirkan tentang aku sekarang?”

Pikiran-pikiran ini bisa menjadi beban yang berat bagi tokoh, dan kamu bisa menggunakannya untuk memperlihatkan kecemasan mereka.

Aku pernah menulis tokoh yang terus-menerus merasa takut bahwa dia sedang “dihakimi” oleh orang-orang di sekitarnya, meskipun sebenarnya tidak ada yang memperhatikannya.

Pikiran negatif seperti ini bisa kamu eksplorasi lebih dalam untuk memberikan gambaran yang kuat tentang bagaimana kecemasan sosial bekerja dalam kehidupan sehari-hari tokohmu.

3. Berikan Konflik Internal yang Kuat

Tokoh dengan kecemasan sosial biasanya merasa terjebak antara keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain dan rasa takut akan interaksi sosial itu sendiri.

BACA JUGA:   Catchphrase: Cara Bikin Tokoh Cerita yang Memorable di Mata Pembaca

Konflik ini bisa kamu manfaatkan untuk menambah kedalaman cerita.

Misalnya, tokohmu mungkin diundang ke pesta, tapi mereka ragu apakah mereka harus datang atau tidak.

Di satu sisi, mereka ingin kenalan dengan teman-teman baru, tapi di sisi lain, mereka takut dipermalukan atau dihakimi.

Dalam salah satu karya yang aku bimbing, si penulis menulis tentang seorang tokoh yang harus menghadiri wawancara kerja.

Tapi setiap kali dia ingin pergi, dia merasa cemas dan hampir mundur dari pintu.

Konflik antara keinginan dan ketakutan ini membuat tokoh terasa lebih manusiawi dan relevan bagi pembaca.

4. Gunakan Interaksi dengan Tokoh Lain untuk Memperlihatkan Kecemasan

Tokoh dengan kecemasan sosial tidak hidup dalam ruang hampa.

Interaksi mereka dengan tokoh lain bisa memperlihatkan kecemasan mereka dengan lebih jelas.

Misalnya, tokohmu mungkin kesulitan untuk berbicara dengan orang yang baru mereka temui, atau mungkin mereka berbicara dengan suara pelan dan ragu-ragu karena takut dihakimi.

Aku ingat dalam sebuah cerita yang pernah aku tulis, aku menggambarkan tokoh utama yang merasa sangat cemas saat harus berbicara dengan bosnya.

Dia terus-menerus mengulang-ulang apa yang ingin dia katakan dalam kepalanya, dan ketika akhirnya berbicara, dia justru merasa malu dan menyesal.

Interaksi ini bisa menunjukkan betapa besar kecemasan yang mereka alami dalam situasi sosial.

5. Berikan Momen Kesadaran Diri

Tokoh dengan kecemasan sosial sering kali sadar bahwa kecemasan mereka “berlebihan,” tapi mereka tetap tidak bisa mengontrolnya.

Ini bisa menjadi elemen menarik untuk dimasukkan ke dalam ceritamu.

Momen-momen di mana tokohmu menyadari bahwa mereka seharusnya tidak merasa setakut itu.

Momen seperti itu bisa menambah kedalaman pada karakter.

BACA JUGA:   Penokohan: Pengertian, Jenis, Teknik dan Tips Praktis dalam Menulis Cerita

Sebagai contoh, dalam salah satu konsultasi yang aku lakukan dengan klien penulis, kami berbicara tentang cara memberikan momen kesadaran ini.

Tokohnya, yang merasa takut menghadiri acara keluarga, sadar bahwa tidak ada yang akan menilai dia, tapi anxiety tetap membuatnya ketakutan.

Momen ini memberikan emosi yang lengkap dan kaya rasa sehingga membuat tokoh terasa lebih realistis.

Kesimpulan

Menulis tokoh dengan kecemasan sosial membutuhkan pendekatan yang sensitif dan realistis.

Dengan memperhatikan tindakan, pikiran negatif, konflik internal, serta interaksi dengan tokoh lain, kamu bisa menciptakan karakter yang kompleks dan relatable.

Nah, yang terpenting jangan sekadar menulis stereotip saja.

Sebagai penylis, kamu harus selalu berusaha menunjukkan kondisi mental tokoh melalui perilaku dan pemikiran mereka.

Jika kamu butuh lebih banyak insight tentang cara menulis karakter dengan gangguan mental atau tantangan emosional lainnya, kamu bisa cek kelas-kelas penulisan yang aku tawarkan.

Di sana, kita bisa belajar bersama tentang bagaimana menciptakan karakter yang kuat dan mendalam dalam cerita.

Selamat menulis, writers!

Tika Widya

Tika Widya C.DMP adalah seorang penulis yang sudah menekuni industri kreatif secara profesional sejak tahun 2018. Ia telah menjadi content writer, copywriter dan creative writer pada lebih dari 914+ proyek penulisan skala nasional dan internasional. Pada tahun 2024, ia berhasil menjadi satu-satunya penulis Indonesia yang masuk daftar Emerging Writer Australia-Asia. Kini, Tika Widya mengajar menulis lewat Tikawidya.com, Tempo Institute dan Kelas Bersama. Ia juga membentuk Komunitas Belajar Nulis yang aktif mengawal 1800+ penulis dari seluruh Indonesia untuk terus berkarya dan menyemarakkan industri literasi nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *