5 Cara Menulis Transisi Narasi ke Dialog yang Mengalir dengan Baik
Menulis transisi narasi ke dialog atau sebaliknya memang penuh tantangan. Soalnya, kalau kamu terlalu sering mengulang-ngulang kata dan tags pembaca akan menganggapnya monoton. Sedangkan, kalau kita tidak menjaga alirannya dengan baik, maka pembaca akan kekurangan konteks dan informasi sehingga merasa ceritamu patah-patah atau lompat-lompat.
Aku punya beberapa cara yang bisa kamu coba untuk mengatasi masalah penulisan transisi ini. Baca aja tulisan ini sampai habis biar kamu jadi makin tahu gimana caranya menulis transisi dialog yang mengalir dengan baik.
1. Tuliskan Aktivitas Tokoh
Saat menulis, coba perhatikan apa yang dilakukan tokohmu sebelum atau sesudah berbicara. Bisa saja, si tokoh sedang meraih gelas air sebelum mengucapkan kata pertama, atau mungkin ia menutup buku dengan keras setelah percakapan berakhir.
Aktivitas atau tindakan seperti ini bisa kamu tulis untuk memberikan kedalaman pada ceriamu. Selain itu, aksi tersebut juga berfungsi sebagai transisi yang menghubungkan bagian narasi dengan dialog dengan cara lebih alami dan mengalir.
Contoh Transisi:
Dengan langkah gontai, Laura berjalan ke dapur, meraih gelas kosong di atas meja. Sesuatu tampak mengganggu pikirannya. “Kamu tahu tidak, aku merasa hari ini begitu melelahkan,” ucap Laura, sambil menuangkan air ke dalam gelas. Dia menyesap air itu, seakan mencoba menenangkan diri.
“Aku mengerti perasaanmu,” sahut Rian, dengan suara lembut.
Dengan menyisipkan aksi-aksi kecil seperti ini, transisi dari narasi ke dialog dan sebaliknya akan terasa lebih lancar, imersif dan memperkaya pengalaman membaca.
2. Sisipkan Deskripsi Suasana
Untuk membuat dialogmu lebih hidup, jangan lupa untuk menggambarkan suasana atau ekspresi wajah tokoh sebelum mereka mulai berbicara.
Deskripsi seperti akan memperjelas situasi dan membantu pembaca merasakan suasananya. Dengan demikian, mereka bisa lebih terhanyut dalam percakapan yang akan terjadi.
Contoh Transisi:
Cahaya senja menyelinap masuk melalui jendela dan menerangi wajah Anna yang tampak gelisah. Namun, kerutan di dahinya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang mengganggunya.
“Aku harus mengatakannya, aku tidak yakin kita bisa terus seperti ini,” kata Anna, suaranya bergetar sedikit.
Matanya yang sembab menatap kosong ke luar jendela seolah mencari jawaban di langit yang mulai menggelap.
Dengan cara ini, pembaca bisa merasakan bobot emosional tokoh meskipun mereka tidak mengucapkannya secara langsung dalam dialog. Teknik ini bisa kamu pakai untuk memperdalam pengalaman naratif pembaca.
3. Tambahkan Internal Monologue
Memasukkan monolog internal tokoh sebelum atau sesudah mereka berdialog bisa menjembatani narasi dan dialog dengan baik. Cara ini bikin kamu bisa memberikan konteks lebih dalam terhadap apa yang dirasakan oleh tokoh. Selain itu, cara ini juga bisa kamu pakai untuk mengungkapkan konflik atau pertimbangan internal yang mungkin tidak terlihat hanya dari dialog saja.
Contoh Transisi:
Lena berdiri di ambang pintu dengan tangan yang sedikit gemetar. Haruskah aku memberitahunya? Lena terjebak dalam ketakutan dan keraguan. Namun, ia akhirnya mengambil keputusan. Benar, kejujuran adalah yang paling penting bagi kami berdua.
“Ada hal yang perlu kita bicarakan,” kata Lena sambil memandang lelaki yang masih duduk di kursi itu.
Monolog internal adalah bagian yang menggunakan huruf miring di contoh. Dengan menuliskannya, pembaca dapat menyelami lebih dalam perasaan dan motivasi tokoh. Jadi, setiap kata yang mereka ucapkan akan terasa lebih bermakna sehingga memperkuat keterkaitan antara narasi dan dialog.
4. Dialog yang Bertujuan
Sebagai penulis, kamu harus memastikan bahwa setiap percakapan memiliki tujuan yang jelas. Dialog itu harus jadi bagian integral dari pengembangan plot atau karakter. Setiap baris dialog harus membantu mendorong cerita ke depan atau memberikan informasi lebih dalam tentang tokoh yang terlibat.
Contoh Transisi:
Matahari sudah mulai tenggelam sehingga langit memperlihatkan warna senja yang hangat. Di bangku taman, Dian dan Marco duduk berhadapan.
“Aku harus jujur denganmu,” kata Marco yang memulai percakapan dengan nada serius. Dian mengangguk saja. “Aku menerima tawaran pekerjaan di luar kota itu. Ini bukan keputusan mudah, tapi aku rasa ini yang terbaik untuk karierku.”
Dian menarik napas dalam sembari mencoba menyembunyikan kekecewaannya. “Aku mengerti, aku benar-benar mengerti. Tapi bagaimana dengan kita?” tanya Dian dengan nada yang penuh harap.
Dialog ini mengungkapkan situasi Marco dan menunjukkan gimana keputusannya memberi pengaruh langsung pada hubungan mereka. Dengan kata lain, percakapan di atas benar-benar bertujuan untuk memajukan cerita.
Dialog yang punya tujuan akan memastikan bahwa setiap kata yang ditulis memiliki bobot dan relevansi, memperkuat alur cerita dan mendorong tokoh untuk masuk ke dalam peristiwa berikutnya.
5. Menggunakan Dialogue Tags dan Action Tags
Menggunakan dialogue tags dan action tags adalah cara efektif untuk memperhalus transisi antara narasi dan dialog. Jadi, apa itu?
Dialogue tags adalah frase yang memberitahu pembaca siapa yang sedang berbicara dalam sebuah dialog. Contohnya: kata dia, ujarnya, bisiknya, dan lain sebagainya.
Normalnya, dialogue tags digunakan setelah kamu menulis dialog.
Contoh dialogue tags: “Kamu cantik hari ini,” kata Tono kepada Melia.
Frase “kata Tono” ini disebut dialogue tags. Beberapa kalangan penulis juga menyebutnya dengan istilah voice tags.
Lalu, apa itu action tags? Action tags adalah frase atau kalimat yang mendeskripsikan tindakan atau aktivitas yang dilakukan seorang tokoh ketika berbicara.
Kegunaannya adalah untuk memberikan elemen visual sehingga pembaca terasa melihat tokoh-tokoh dalam tulisan ini bergerak-gerak.
Contoh action tags: “Kamu cantik hari ini!” Tono terbelalak melihat Melia mengenakan gaun panjang.
Action tags bikin pengalaman membaca lebih imersif soalnya langsung menunjukkan interaksi antar tokoh ketika mereka berbicara.
Cek tabel perbedaan dialogue tags dan action tags ini untuk belajar lebih lanjut!
Aspek | Dialogue Tags | Action Tags |
Definisi | Tag yang menunjukkan siapa yang berbicara. | Tag yang menggambarkan aksi atau ekspresi tokoh saat berbicara. |
Contoh | “kata dia”, “tanya dia”, “seru dia” | “dia tersenyum”, “dia mengangkat bahu”, “dia menatap” |
Fungsi | Mengklarifikasi pembicara dalam dialog. | Menambahkan deskripsi visual atau emosional pada dialog, memberikan konteks lebih dalam tentang bagaimana sesuatu dikatakan. |
Penggunaan | Membantu mengidentifikasi siapa yang berbicara, khususnya dalam dialog antar banyak karakter. | Membantu menyampaikan suasana hati, ekspresi, dan reaksi fisik tokoh, yang memperkaya dialog. |
Dampak pada Alur | Menjaga kejelasan dialog. | Menambahkan kedalaman naratif, memperkuat pengalaman sensorik pembaca. |
Keterlibatan Pembaca | Memastikan pembaca mengikuti percakapan dengan mudah. | Meningkatkan imersi pembaca dengan menyediakan detail yang membuat scene lebih hidup dan emosional. |
Penggunaan dalam Kalimat | “Aku tidak tahu,” kata dia. | “Aku tidak tahu.” Dia tersenyum misterius setelah mengangkat bahu. |
Pesan untuk Penulis
Cara-cara di atas bisa kamu coba sendiri untuk meningkatkan kualitas transisi antara narasi dan dialog dalam ceritamu. Coba terapkan secara berkala dalam setiap karya maupun latihan. Ingat! Yang terpenting adalah berlatih terus menerus. Jadi, jangan kasih kendor latihannya, writers!
Kalau kamu mau latihan menulis fiksi sama aku, kamu juga bisa ikutan Kelas Menulis Privat: Developing Your Story. Goal kelas ini adalah bikin kamu bisa mengembangkan alur cerita dari awal sampai akhir dengan baik. Tapi, kamu juga bisa tanya-tanya langsung ke aku soal menulis transisi narasi ke dialog maupun serba-serbi penulisan fiksi lainnya. Pengen ikutan? Booking kelas dulu dengan klik di sini!