Artikel ini mendapatkan Juara 2 di Lomba Blog Dear Senja
Saat masih ngampus, kita semua pasti pernah punya satu teman yang sudah tercium baunya sebelum kelihatan mukanya. Hmm… Di belakang Tono (bukan nama sebenarnya), kami sering menjulukinya pumba karena masalah bau badan. Dan akhirnya, julukan ini nggak hanya kami pakai di belakangnya melainkan langsung disebut di depan mukanya juga.
Sumber gambar di sini
Apakah kami lalu memutuskan untuk tidak berteman dengan Tono? Tentu tidak. Meski baunya kadang bisa menusuk sukma (terutama saat ia membuka sepatu sebelum rapat-rapat BEM yang berada di ruang sempit beralaskan karpet itu) kami tetap menyayanginya dan memperlakukannya layaknya manusia.
Di samping aromanya yang bisa bikin mampus bahkan rumput-rumput yang bergoyang, Tono termasuk mahasiswa yang aktif dan juga pintar. Kamu bisa menemukannya pada hampir setiap acara yang berlangsung di kampus. Dan sekali lagi, memang tidak sulit menemukannya, mengingat dari jauh saja kamu sudah bisa membauinya. Belum lagi ketika dia muncul… UGH! We all have that one friend.
Insiden Jaket dan Peternakan Maggot
Saya masih bisa mengingat dengan jelas satu kejadian tentang Tono si Pumba yang berpenampilan dekil dan punya tubuh kurus kering itu. Peristiwanya terjadi di sekitar bulan Juli tahun 2006. Pada waktu itu, kami semua sedang mempersiapkan orientasi untuk mahasiswa baru yang akan masuk ke kampus biru.
Orientasi zaman milenial membutuhkan banyak persiapan. Oleh karena itu, sebagai panitia, kami pun harus bersedia menghabiskan malam-malam lelah di kampus untuk bersama-sama menyusun acara demi mematangkan prosedur bentak-bentak maba (eh…).
Kebetulan kampus kami terletak di kota yang dingin. Nah, di salah satu malam yang bikin menggigil itu, saya kebetulan lupa bawa jaket. It was very stupid mengingat kami semua harus tidur beralaskan lantai saja. Paniklah saya! Nggak mau donk mendadak hipotermia di depan seratus lebih panitia yang salah satunya juga gebetan.
Untungnya, Tono Si Pumba yang gentleman datang menyelamatkan. Dia bilang bahwa ia menyimpan jaket ekstra di salah satu loker BEM. Larilah saya menuju hidup… eh, loker.
Jaket Tono terlihat tebal dan nyaman dipakai untuk tidur. Tapi, baunya emang a little bit funky. Campuran dari keringat dan bau tikus-lah ya. Awalnya, saya pikir itu nggak masalah. Yang penting hangat dulu, masalah aroma kita pikirkan kemudian ya, bun. Namun, ketika dipakai, saya mengendus bau yang lain…
Bau bangkai!
Segeralah saya melepaskan jaketnya dan membuka semua sakunya. Benar saja! Di salah satu saku itu saya berhasil menemukan tulang ayam busuk yang sudah dikerumuni belatung. MAGGOTS, teman-teman! Mungkin si Tono emang futuristik dan sudah bisa membaca pasar ternak maggots dari bangku kuliah. But still…
I’ve had enough of this!
Malam itu juga (dan tanpa izin Tono), saya memutuskan untuk menghangatkan diri dengan cara bakar-bakar jaket Tono di tengah malam sampai pagi menjelang. Selanjutnya, sudah ketebak-lah. Kejadian ini jelas saya bahas untuk merundung kejorokannya di setiap kesempatan pada hari-hari dan bulan-bulan berikutnya. Apa sih yang salah dengan dirimu Tono?
Sumber gambar di sini
Sebenarnya, Ada Apa dengan Tono?
Jawaban pertanyaan itu tidak saya dapatkan, hingga saya bertemu dengan Tono lagi sekitar 16 tahun kemudian. Dan, WOW! Si Pumba bertransformasi dari young warthog jadi salesperson sukses di sebuah showroom mobil. Tidak ada lagi Pumba yang selalu menguarkan bau anyir, amis apalagi bangkai. Tono datang dengan baju rapi, tampilan klimis, bau wangi dan tentu saja segepok uang yang kemudian dia habiskan untuk membayari apa saja yang ingin kami makan dan minum.
Sumber gambar di sini
Sampai sini, saya penasaran. Apakah uang yang mengubah Si Tono? Kalau iya, mungkin saya juga butuh uang agar terlihat lebih cangtip dan menawan. Tolong donasi di sini! Just kidding…
Pertanyaan tersebut akhirnya terjawab juga. Bak Cinderella yang menunggu gong tengah malam, Tono melemparkan bom realita kepada kami. Dia meminta maaf atas masa-masa kuliah di mana kami harus menahan bau hanya untuk berteman dengannya. Dulu ia tidak tahu, tapi sekarang ia sudah tahu bahwa pada waktu itu ia menderita DEPRESI pasca kehilangan bapaknya.
Dengan tenang, ia menjelaskan bahwa ia memang butuh beberapa saat untuk menanggulangi depresinya yang memang menjadi akar permasalahan utama mengapa ia enggan mengurus kebersihan diri. Ia berkonsultasi dengan psikolog kemudian menjalani perawatan. Terapi-terapi itu terjadi pasca kuliah di mana kami semua sudah mengais hidup untuk masing-masing. Jadi, ia tidak sempat menceritakannya.
Saya langsung merasa bersalah donk ya…
Andai dulu saya tahu soal apa yang saya ketahui sekarang ini, saya tentu akan berada di sebelah Tono, alih-alih merundungnya karena bau.
Depresi vs Personal Hygiene
Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, ada lebih dari 12 juta penduduk Indonesia berusia lebih dari 15 tahun yang mengalami depresi. Dalam artian, setidaknya ada empat orang di antara 100 orang Indonesia yang mengalami depresi. Banyak dari mereka juga mengalami gejala yang sama seperti Tono. Statistik ini tentu saja cukup menjelaskan kenapa kita semua, dalam salah satu fase hidup kita, pernah punya teman yang sering dikatai “jorok.” Pasalnya, jorok (yang berlebihan) ternyata merupakan salah satu gejala depresi.
Dikutip dari Medical News Today, depresi dapat menyebabkan penderitanya kekurangan energi, punya banyak pikiran negatif dan mengalami brain fog. Semua ini akhirnya menyebabkan mereka merasa kesulitan untuk mengurus kebersihan diri sendiri.
Tono Si Pumba tentu saja mengalami hal yang sama. Ia sempat bercerita bahwa pada masa itu, ia sama sekali tidak tertarik menggosok gigi atau mandi. Bahkan, ia hanya mandi setiap dua sampai tiga minggu sekali (whaaat). Lebih daripada itu, dia juga jarang makan. Makanya, dia selalu tampak kurus kering tanpa daya hidup meski tetap mengusahakan untuk aktif berkegiatan karena perasaan tanggung jawabnya terhadap teman-teman seperjuangan.
Gangguan Fungsi Eksekutif pada Penderita Depresi
Selidik lebih lanjut, ada sebuah jurnal tahun 2005 bertajuk “Executive Dysfunction in Major Depressive Disorder.” Jurnal karya Charles DeBattista ini menjelaskan bahwa depresi memang memberikan pengaruh besar pada fungsi eksekutif manusia.
Sebelumnya, kamu perlu tahu bahwa fungsi eksekutif adalah beberapa mental skill yang membantu kita untuk berfungsi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi ini termasuk:
- Working memory – yang membantu kita untuk mengingat atau memanipulasi serpihan-serpihan informasi yang kita terima dalam waktu singkat.
- Mental flexibility – yang membantu kita untuk beradaptasi dan memberi respon pada keadaan sekitar yang selalu berubah.
- Self-control – yang membantu kita menetapkan prioritas dan melawan tindakan-tindakan impulsif untuk melindungi diri kita sendiri.
Gangguan mental seperti depresi ternyata bisa mempengaruhi fungsi eksekutif. Ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2011. Dan salah satu yang perlu kamu garis bawahi, depresi ternyata bisa menyebabkan orang jadi malas mandi karena depresi termasuk salah satu gangguan mental yang bisa menyerang kemampuan self-control manusia.
Nggak heran, Tono yang mengalaminya pun tak hanya jadi malas mandi. Ia bahkan beternak maggot di jaketnya, karena kehilangan fungsi self-control ini.
Penyebab Terjadinya Depresi
Saya menuliskan segmen ini supaya pembaca tahu bahwa depresi adalah penyakit. Dan ini terjadinya bukan karena Tono kurang bersyukur! Sekali lagi, saya ketik pake capslock: BUKAN KARENA KURANG BERSYUKUR! Jadi, berhentilah menyuruh Tono syukuran, tapi berikan support pada Tono-tono di sekitarmu dengan cara TIDAK mengirimi mereka meme seperti ini:
Sumber gambar di sini.
TOLONG awasi jarimu ya, teman-teman!
Balik ke topik, penyebab depresi ada bermacam-macam. Bahkan, au.reachout.com menyebutkan bahwa tidak ada satu penyebab eksklusif yang bisa membuat orang merasa depresi. Pasalnya, depresi bisa berkembang karena kombinasi beberapa faktor termasuk faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor Eksternal | Faktor Internal |
Kehilangan keluarga atau teman dekat (sama seperti Tono yang depresi karena Bapaknya berpulang semasa dia duduk di bangku SMA) | Genetis – Sebuah penelitian Stanford mengungkap bahwa orang yang punya hubungan darah dengan penderita depresi berisiko lebih tinggi mengalami penyakit sama. |
Trauma, perundungan, dan kesendirian | Pengobatan penyakit tertentu |
Perubahan hidup dan lain sebagainya | Faktor biologis lain seperti nutrisi, hormon dan sistem imun |
Nah, dengan mengetahui penyebab timbulnya depresi, kita jadi tahu bahwa KURANG BERSYUKUR TIDAK termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, kalau sampai kamu masih ngotot bahwa Tono pantas dikirimi meme yang ada di atas, maka saya akan langsung bilang:
Sumber gambar di sini
Lalu, Apa yang Seharusnya Saya Lakukan untuk Membantu Tono?
Andai dulu saya tahu soal apa yang saya ketahui sekarang, maka inilah beberapa hal yang pastinya akan saya lakukan untuk mendukung Tono melawan depresi:
1. Mengedukasi Diri Sendiri
Saya menyadari bahwa saya bukan ahli gangguan mental atau kejiwaan. Jadi, usaha pertama yang akan saya lakukan tentu berkaitan dengan mengedukasi diri sendiri. Sedikit tips, saya belajar banyak hal dengan mengulik banyak konten blog yang tersedia di https://www.blog.dearsenja.com/. Saya bahkan belajar lebih banyak lagi soal ciri-ciri penderita depresi hanya dengan membaca salah satu artikel mereka di sini. Jadi, kini, saya tahu bahwa penderita depresi nggak cuma susah mandi saja. Mereka juga:
- Sering merasa sedih
- Sulit berkonsentrasi
- Merasa lelah dan nyeri
- Kehilangan nafsu makan
- Bahkan di beberapa kasus, depresi bisa membuat orang ingin bunuh diri.
2. Mendengarkan Keluh Kesah Tono
Instead of langsung memberikan judgement bahwa Tono ini orang yang kurang bersyukur, kamu bisa memberikan dukungan hanya dengan menyediakan telinga. Serius, mendengarkan bukanlah hal yang sulit kamu lakukan. Sebaliknya, bagi penderita depresi, mengungkapkan isi hati bisa jadi teramaaaaat sangaaaat sulit. Oleh karena itu, ketika mereka berhasil membuka diri kepadamu (yang artinya mereka benar-benar percaya padamu), pastikan kamu membuka kedua telingamu untuk mendengarkan.
3. Coba Sarankan Bantuan
Bantuan ini nggak melulu bersifat profesional. Menyarankan mereka untuk bergabung dengan komunitas yang memberikan support positif bisa jadi langkah awal. Kalau dipikir-pikir Tono mungkin bisa mengatasi penyakitnya dengan lebih cepat kalau dulu dia sudah kenalan dengan Dear Support System. Nah, kalau kamu punya Tono-tono sendiri di sekitarmu, plis sarankan dia untuk mencari komunitas seperti ini.
4. Dukung Secara Praktis
Bayangkan seandainya, saya dulu pergi ke kontrakan Tono, menjerang air hangat, lalu menuangkannya ke bak, kemudian memintanya untuk masuk ke kamar mandi. Apa kira-kira yang akan terjadi?
Ya, nggak ada sih yang akan terjadi SELAIN DIA BAKAL BENERAN MANDI!
Penderita depresi biasanya sulit mengurus diri sendiri. Oleh karena itu, kamu bisa memberikan dukungan dengan menggantikannya bertindak praktis. Jadi, bantuan itu nggak selalu berupa saran muluk-muluk. Kamu juga bisa membantu mereka lewat hal-hal sederhana seperti menyodorkan makanan, membersihkan rumahnya dan lain sebagainya.
5. Jangan Sok Expert
Saya tahu bahwa manusia modern ini memang punya perhatian lebih pada kesehatan mental. Kita semua setidaknya pernah membaca satu atau dua konten yang berkaitan dengan penyakit mental. Tapi, ingat! Beberapa konten saja tidak akan menjadikan kita expert di mata Tono. Menurut saya sendiri, hal-hal medis terkait penyakit ini memang seharusnya dijelaskan oleh yang ahli. Kita, sebagai orang awam, cukup mendukung penderita dengan cara mendengarkan serta membantu kelancaran hidup sehari-hari mereka.
Sudah Itu Aja…?
Sudah, sih. Tapi, perkenankan saya sekali lagi menggarisbawahi malas mandi memang merupakan salah satu gejala dari depresi. Namun, ini BUKAN BERARTI siapa saja yang malas mandi itu sedang berada dalam kondisi depresi. Mental health itu nggak apple to apple gitu loh… mengingat saya juga lagi malas mandi karena kabut turun dan hawa sedang dingin-dinginnya (alesan aja).
It’s ALWAYS a good idea to get to know the person before you jump into conclusion.
Coba kenali mereka lebih dekat. Kalau udah kenal, biasanya mereka akan lebih mudah berbagi soal kesulitan, trauma, dan kehilangannya. Itu pun kamu nggak boleh langsung nge-judge juga karena kamu bukan dokter Tirta. Praktikkan saja lima tips di atas dan support mereka sejauh yang kamu bisa.
Sedih banget loh… ketika kini saya baru menyadari bahwa itulah yang seharusnya saya lakukan andai dulu saya tahu soal apa yang saya ketahui sekarang tentang Tono. Jadi, jangan terjebak di kesalahan yang sama ya, teman-teman!
Anyway, 16 tahun kemudian. Tono terlihat sangat sehat, matang dan punya duit lebih banyak dari saya (lol). Ia memilih meminta bantuan expert untuk mengatasi depresinya dengan menjalani terapi-terapi di masa lalu. Tono berubah dari Si Pumba yang bau, dekil dan kurus kering menjadi eksekutif muda yang ganteng. Dia juga meminta kami tidak menyesali kelakuan kami terdahulu yang dilandasi atas ketidaktahuan.
Namun, kisah Tono ini jadi pembelajaran besar untuk saya dan mungkin juga untuk kalian yang membaca bahwa kita harus aware dengan orang-orang di sekitar kita. Jangan sampai sekali lagi berbicara: Andai dulu saya tahu soal apa yang saya ketahui sekarang…
Educate yourself, dude! Mental health problem itu sama nyatanya dengan flu yang sering menyerang di musim hujan. Buat kamu yang sekarang belum tahu banyak, coba deh bergabung dan baca-baca https://www.dearsenja.com/ dulu selanjutnya renungkan apakah kamu sudah menjadi support system yang baik untuk orang di sekelilingmu.
Nah, udah sih itu aja. Sekarang, saya mau melawan dingin dan mandi cepat-cepat sebelum dibilang kurang bersyukur (ehem). See you di postingan selanjutnya dan jangan lupakan Tono-tono di sekitarmu! #DearSenjaBlogCompetition