Mengatasi Disparitas Kesehatan Indonesia: Inisiatif 1 Desa 1 Faskes 1 Nakes

Pasal 19 UU No. 17 Tahun 2023 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa tanggung jawab dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat dibagi antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam rangka mengimplementasikan regulasi ini, calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengusulkan program “1 desa 1 fasilitas kesehatan (faskes) 1 tenaga kesehatan (nakes)” pada debat kelima pemilu 2024. Program ini diinisiasi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, yang menyoroti disparitas jumlah fasilitas kesehatan antara bagian timur dan barat Indonesia. Tujuannya adalah untuk memastikan akses universal ke layanan kesehatan dan meningkatkan kualitas pelayanan di desa-desa se-Indonesia, mengatasi ketimpangan distribusi fasilitas dan tenaga kesehatan.

Rencana Strategi Program 1 Desa 1 Faskes 1 Nakes

Strategi dan rencana aksi yang diusulkan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden, Ganjar Pranowo dan Mahfud FD, bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akses layanan kesehatan di seluruh Indonesia, dengan fokus khusus pada wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) serta di daerah perbatasan. Ini mencakup upaya untuk mengatasi ketimpangan signifikan dalam layanan kesehatan antara berbagai daerah, melalui peningkatan fasilitas dan tenaga kesehatan di lokasi yang kurang terlayani. Program ini juga melibatkan restrukturisasi manajemen tenaga kesehatan dan alokasi anggaran yang memadai, dengan tujuan memastikan sumber daya yang cukup untuk inovasi, pembangunan infrastruktur kesehatan, dan inisiatif promotif-preventif serta menargetkan minimal 5% dari anggaran negara. Pembangunan dan revitalisasi puskesmas dan pustu di daerah 3T dan perbatasan bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat ke layanan kesehatan dan memperbaiki rasio dokter serta nakes per penduduk.

Langkah-langkah implementasi meliputi pembangunan 49.344 puskesmas kelas C/pustu desa hingga tahun 2029, percepatan penerapan telemedicine, layanan konsul keliling, penjaminan ketersediaan 100% dokter/nakes dan obat esensial di setiap desa, serta reorganisasi dan redistribusi tenaga kesehatan. Program ini juga menekankan pentingnya pendidikan dokter dan nakes yang terjangkau dan upaya mendukung kemandirian industri farmasi. Perhitungan anggaran yang akurat dan realistis menjadi kunci untuk memastikan ketersediaan dana yang cukup. Pendekatan komprehensif ini diharapkan dapat menghasilkan perubahan signifikan dalam sistem kesehatan Indonesia, meningkatkan akses, kualitas, dan distribusi layanan kesehatan, serta mendukung pencapaian tujuan kesehatan nasional dan mengurangi disparitas layanan kesehatan di seluruh negeri.

BACA JUGA:   Grief: Susahnya Mengucapkan Selamat Tinggal yang Mendadak

Manfaat Program 1 Desa 1 Faskes 1 Nakes

Manfaat yang diharapkan dari implementasi program “1 desa 1 fasilitas kesehatan (faskes) 1 tenaga kesehatan (nakes)”, mencakup peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia, dengan fokus khusus pada daerah-daerah terpencil dan kurang terlayani. Program ini bertujuan untuk memperkuat kesehatan masyarakat desa melalui penyediaan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan, memungkinkan deteksi dan penanganan dini penyakit, serta mengurangi disparitas akses kesehatan antardaerah, khususnya memperkecil kesenjangan antara Indonesia bagian timur dan barat.

Dengan demikian, diharapkan terjadi peningkatan kesadaran kesehatan dan promosi gaya hidup sehat, serta pemenuhan standar UU No 17 Tahun 2023 tentang kesehatan yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Program ini diharapkan tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa tetapi juga mendorong pembangunan ekonomi lokal melalui peningkatan produktivitas masyarakat. Kesuksesan implementasi program ini bergantung pada dukungan penuh dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, untuk memastikan terwujudnya masyarakat yang lebih sehat, produktif, dan sejahtera.

Studi Kasus: Ethiopia

Salah satu contoh negara yang telah menerapkan program serupa dengan “1 desa 1 fasilitas kesehatan (faskes) 1 tenaga kesehatan (nakes)” adalah Ethiopia dengan program Health Extension Program (HEP) mereka. Diluncurkan pada tahun 2003, HEP bertujuan untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan preventif dan promotif di tingkat komunitas, khususnya di daerah pedesaan.

Ethiopia merekrut dan melatih puluhan ribu HEWs, yang kebanyakan adalah perempuan, untuk memberikan berbagai layanan kesehatan dasar di komunitas pedesaan. Pelatihan ini fokus pada pencegahan penyakit dan promosi kesehatan.

Selain itu, HEWs bekerja di pos kesehatan desa, menyediakan layanan kesehatan dasar, termasuk imunisasi, kesehatan ibu dan anak, nutrisi, sanitasi, dan pencegahan penyakit. Program ini mengutamakan keterlibatan komunitas dalam perencanaan, implementasi, dan pemantauan layanan kesehatan, memastikan bahwa layanan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan prioritas lokal.

Sejak diluncurkan, HEP telah mencapai peningkatan signifikan dalam cakupan layanan kesehatan dasar dan indikator kesehatan di Ethiopia. Beberapa pencapaian termasuk penurunan angka kematian ibu dan anak, peningkatan cakupan imunisasi, dan perbaikan akses ke air bersih dan fasilitas sanitasi. Sama seperti HEP, inisiatif “1 desa 1 fasilitas kesehatan (faskes) 1 tenaga kesehatan (nakes)” juga diharapkan bisa memberikan dampak yang sama.

BACA JUGA:   The Rise of Voluntourism: The Good, The Bad, and The Ethical

Tantangan Implementasi Program

Tantangan utama dalam implementasi program “1 desa 1 fasilitas kesehatan (faskes) 1 tenaga kesehatan (nakes)” meliputi berbagai aspek yang kompleks. Pertama, keterbatasan infrastruktur dan sumber daya menjadi penghalang signifikan, di mana kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau mempersulit pembangunan infrastruktur kesehatan yang merata. Transportasi dan logistik menjadi tantangan utama sehingga Indonesia akan memerlukan investasi besar untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur kesehatan, seperti puskesmas dan jalan akses.

Kedua, variabilitas kebutuhan kesehatan antar desa menuntut pendekatan yang fleksibel dan dialog intensif dengan masyarakat setempat. Faktor-faktor seperti demografi, lingkungan, dan sosioekonomi menyebabkan kebutuhan kesehatan yang beragam sehingga diperlukan adanya keterlibatan aktif masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program untuk memastikan efektivitas solusi yang diberikan.

Ketiga, pengelolaan dan keberlanjutan program dihadapkan pada krisis tenaga kesehatan, di mana jumlah nakes tidak merata dan cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa hanya sekitar 6,1% dari total penduduk yang merupakan nakes, dengan distribusi yang tidak merata. Krisis ini diperparah oleh sebaran nakes yang tidak merata, di mana kota-kota besar memiliki jumlah nakes non-ASN yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah pedesaan. Oleh karena itu, pemerintah tentu membutuhkan strategi khusus untuk menjawab tantangan dalam perekrutan dan retensi nakes di daerah pedesaan ini.

Solusi Berbasis Anggaran untuk Implementasi Program

Dalam upaya mengatasi tantangan implementasi program “1 desa 1 fasilitas kesehatan (faskes) 1 tenaga kesehatan (nakes)”, solusi berbasis anggaran yang diusulkan oleh Ganjar Pranowo telah mendapatkan analisis mendalam dari CNBC Indonesia Research.

Program ini membutuhkan investasi signifikan, yang mencakup pembangunan 49.344 puskesmas kelas C/pustu desa dengan total anggaran Rp 83,9 triliun, atau sekitar 2,5% dari APBN 2024, hingga tahun 2029. Biaya pembangunan per unit diperkirakan sebesar Rp 8,5 miliar.

Selanjutnya, untuk alokasi gaji 74.006 dokter yang akan bertugas di puskesmas dan pustu yang ada maupun yang baru dibangun, dibutuhkan anggaran gaji sebesar Rp 6,6 triliun, atau kira-kira 0,2% dari APBN 2024. Ketika dibandingkan dengan anggaran kesehatan tahun 2024 yang tercatat sebesar Rp 186,4 triliun, anggaran gaji ini setara dengan 3,54% dari anggaran kesehatan tahun tersebut.

BACA JUGA:   Wadah Transparan Bisa Jadi Jawaban Persoalan Manajemen Sampah, Gimana Caranya?

Solusi berbasis anggaran ini diharapkan dapat memberikan dorongan positif terhadap penyebaran nakes di seluruh Indonesia, meningkatkan akses ke layanan kesehatan, dan memastikan distribusi sumber daya kesehatan yang lebih merata. Selain itu, dana ini juga akan dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur kesehatan yang penting di seluruh pelosok Indonesia, memperkuat sistem kesehatan nasional dan mendukung pencapaian tujuan kesehatan universal.

Pendekatan anggaran ini menunjukkan komitmen serius terhadap peningkatan layanan kesehatan di Indonesia, dengan fokus pada pembangunan infrastruktur kesehatan dan peningkatan jumlah serta distribusi tenaga kesehatan, sebagai langkah penting untuk mengatasi tantangan infrastruktur, variabilitas kebutuhan kesehatan, dan ketersediaan tenaga kesehatan, menuju pencapaian akses kesehatan yang lebih baik dan lebih merata di seluruh negeri.

Kesimpulan

Program “1 desa 1 fasilitas kesehatan (faskes) 1 tenaga kesehatan (nakes)” merepresentasikan langkah konkret dalam memenuhi hak dasar setiap warga negara Indonesia untuk mengakses layanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau, sebagaimana diamanatkan oleh UU No 17 Tahun 2023 tentang kesehatan. Dengan tujuan untuk mengatasi disparitas layanan kesehatan antar wilayah dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di desa-desa, program ini tidak hanya mendukung pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat tetapi juga berkontribusi terhadap pencapaian tujuan kesehatan nasional.

Kehadiran program ini menegaskan bahwa akses ke layanan kesehatan yang berkualitas merupakan prasyarat esensial untuk pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan bangsa. Oleh karena itu, implementasi efektif dari program ini seharusnya menjadi prioritas, terlepas dari siapa yang memenangkan pemilihan presiden 2024, mengingat perannya yang vital dalam memastikan kesehatan dan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia.

Referensi

Assefa, Y. (2019). Community health extension program of Ethiopia, 2003–2018: successes and challenges toward universal coverage for primary healthcare services. Globalization and Health, 15(24).

Badan Pusat Statistik. (2023). Profil Statistik Kesehatan 2023 (Vol. 7).

Daerah 3T: Pengertian, Permasalahan dan Daftar Wilayahnya di Indonesia – Universitas Islam An Nur Lampung. (2023, July 2). Universitas Islam An Nur Lampung. Retrieved February 14, 2024, from https://an-nur.ac.id/daerah-3t-pengertian-permasalahan-dan-daftar-wilayahnya-di-indonesia/

RI Darurat Kesehatan, Ganjar Janjikan Faskes-Nakes Tiap Desa. (2023, December 5). CNBC Indonesia. Retrieved February 14, 2024, from https://www.cnbcindonesia.com/research/20231205044008-128-494512/ri-darurat-kesehatan-ganjar-janjikan-faskes-nakes-tiap-desa

UU No. 17 Tahun 2023. (n.d.). Peraturan BPK. Retrieved February 14, 2024, from https://peraturan.bpk.go.id/Details/258028/uu-no-17-tahun-2023

Tika Widya

Tika Widya C.DMP adalah seorang penulis yang sudah menekuni industri kreatif secara profesional sejak tahun 2018. Ia telah menjadi content writer, copywriter dan creative writer pada lebih dari 914+ proyek penulisan skala nasional dan internasional. Pada tahun 2024, ia berhasil menjadi satu-satunya penulis Indonesia yang masuk daftar Emerging Writer Australia-Asia. Kini, Tika Widya mengajar menulis lewat Tikawidya.com, Tempo Institute dan Kelas Bersama. Ia juga membentuk Komunitas Belajar Nulis yang aktif mengawal 1800+ penulis dari seluruh Indonesia untuk terus berkarya dan menyemarakkan industri literasi nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *